LEWOLEBA, KOMPAS.com — Harga eceran bahan bakar
minyak di kabupaten kepulauan mencapai Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per
liter. Kenaikan harga tersebut diduga karena ada penimbunan dan
monopoli penjualan BBM di kabupaten itu.
Di Lembata, Nusa Tenggara
Timur, misalnya, harga eceran Premium Rp 20.000 per liter, solar Rp
15.000 per liter, dan minyak tanah Rp 10.000 per liter. Di kecamatan
terpencil, Premium dan minyak tanah bahkan sulit diperoleh.
Penjualan
BBM di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Lewoleba dibatasi
dari pukul 10.00 hingga pukul 13.00 Wita. Konsumen selalu khawatir
tidak kebagian BBM sehingga terjadi antrean kendaraan sejak pukul 05.00
Wita untuk mendapatkan tempat terdepan atau minimal kebagian pengisian
BBM pada hari itu.
Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Watun, yang
dihubungi Rabu (12/4/2012) ini, mengatakan, Pertamina tidak sepenuh hati
melayani kabupaten-kabupaten kepulauan, seperti Lembata.
Setiap
pekan, tiga tangki BBM masing-masing berisikan 5.000 liter BBM—terdiri
dari Premium, solar, dan minyak tanah—dari Maumere masuk ke Lewoleba.
BBM melayani warga Lewoleba dan 11 kecamatan di daerah itu.
Terkait
dengan kondisi itu, anggota DPRD Sabu Raijua, Yusak Robo, mengatakan,
masalah BBM di kabupaten kepulauan tidak pernah mendapat tanggapan
serius dari Pertamina karena mereka lebih mempertimbangkan keuntungan
daripada pelayanan. Sabu Raijua selama ini dilayani pengusaha dari
Kupang.
Sabu Raijua berbatasan dengan Australia dan BBM saja
sulit didapat. "Setiap terjadi cuaca buruk, harga melonjak sampai Rp
15.000 per liter, bahkan terkadang sampai Rp 20.000 per liter," kata
Robo.
Setiap pekan, 1.000 liter BBM (Premium, solar, dan minyak
tanah) masuk ke Sabu Raijua dengan perahu motor swasta. Jika terjadi
gelombang tinggi dan angin kencang, di kabupaten itu terjadi kelangkaan
BBM sampai dua pekan.