Akhir-akhir ini ibu rumah tangga di Kota Padang dan
daerah lainnya di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) kerepoton menjalankan
tugas mulianya menyediakan makanan buat keluarga. Bukan karena harga
cabai, bawang, ikan atau daging yang naik. Tapi karena langkanya minyak
tanah dan gas elpiji, sehingga mereka tidak bisa memasak.
Minyak tanah memang sulit didapat sejak beberapa bulan terakhir.
Selain susah didapat, kalau pun ada yang menjual, harganya sudah tinggi.
Tak sesuai lagi dengan harga eceran tertinggi (HET) di Kota Padang
atau daerah kota dan kabupaten lainnya. HET minyak tanah bersubsidi di
Kota Padang Rp2.810 per liter. Tapi realitasnya minyak tanah sampai
dijual dengan harga Rp4.000 s/d Rp8.000 per liter. Padahal subsidi
minyak tanah untuk Sumbar belum dicabut lagi.
Langka dan mahalnya harga minyak tanah di Sumbar besar dugaan dipicu
oleh pencabutan subsidi minyak tanah untuk wilayah Provinsi Riau,
menyusul di provinsi tetangga tersebut telah diberlakukan program
konversi minyak tanah ke gas. Di Riau HET minyak tanah Rp8.000 per
liter. Tingginya disparitas harga minyak tanah di wilayah Sumbar
dibanding wilayah Riau menyebabkan pihak-pihak yang tak bertanggung
jawab memanfaatkan kesempatan.
Diduga banyak minyak tanah bersubsidi di Sumbar yang merembes alias
diselundupkan ke wilayah Riau. Akibatnya minyak tanah di Sumbar jadi
langka. Terbatasnya stok minyak tanah di Ranah Minang juga menyebabkan
harganya jadi meroket. Minyak tanah yang merembes ke provinsi tetangga
berasal dari agen-agen nakal.
Motiv penyelundupan minyak tanah bersubsidi ke wilayah Riau beragam.
Ada yang menggunakan mobil travel, mini truk dan truk. Minyak tanah
disimpan dengan jerigen atau drum lalu dilatakkan pada posisi paling
bawah dan ditutup dengan hasil pertanian dan barang lainnya, seperti
kelapa, beras, telor dan lainnya.
Karena minyak tanah susah didapat, harganya mahal dan pemerintah juga
menganjurkan supaya masyarakat ke gas elpiji, akhirnya masyarakat
beralih ke anjuran tersebut. Begitu sebagian masyarakat mulai terbiasa
menggunakan gas, tahu-tahunya pasokan gas juga tidak lancar. Begitu
pasokan tersendat, sesuai dengan hokum pasar, harganya pun langsung
melambung.
Biasanya, gas berat 12 kilogram dijual dengan harga sekitar Rp77.000
per tabung. Tapi sejak beberapa pekan belakangan haranya melonjak
mencapai Rp85.000 per tabung, bahkan ada yang mencapai Rp95.000. Ibu-ibu
rumah tangga pun dihadapkan pada persoalan pelik. Mau kembali
mengkonsumsi minyak tanah, tentu bukan pilihan lagi. Pasalnya selain
sulit didapat, harga minyak tanah pun juga mahal.
Kelangkaan gas hampir merata di wilayah Kota Padang dan daerah
kota/kabupaten lainnya di Sumbar. Masyarakat jadi bingung. Mau mengikuti
anjuran pemerintah, beralih dari menggunakan minyak tanah ke gas
elpiji, tapi justru dihadapkan lagi dengan persoalan baru. Dari waktu ke
waktu permasalahan itu ke itu ke itu saja. Tata kelola hilir minyak
tanah agas wajib untuk perbaiki. Ada sesuatu yang tak beres yang perlu
untuk ditangani secara serius. Pemerintah dan aparat penegak hukum
mesti bertindak tegas terhadap para pelaku penyelewengan minyak tanah
dan gas elpiji.
Itu baru persoalan kelangkaan. Ada lagi persoalan lain yang terkait
dengan gas elpiji. Nyaris sebagian gas elpiji yang dijual di
kedai-kedai, agen dan bahkan distributor tak ukurat lagi beratnya.
Disinyalir gas tersebut sebagiannya telah disuling ke tabung yang lain,
sehingga isinya jadi berkurang. Begitulah motiv lain, para pemain gas
elpiji mendapatkan keuntungan lebih. Sangat jarang, pedagang atau agen
gas elpiji yang menyediakan timbangan untuk mengukur berat gas yang
dijualnya. Padahal itu adalah salah satu syarat yang mestinyta dipatuhi.
Permasalahan seperti ini nyaris luput dari perhatian pemerintah.
Padahal ujung-ujungnya yang rugi tetaplah masyarakat. Permasalahan
minyak tanah dan gas adalah salah satu problema penting yang harus
diselesaikan pemerintah secara serius. ***