SELASA, 21 SEPTEMBER 2010 | 07:08 WIB
TEMPO Interaktif, Pamekasan - Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menduga kelangkaan minyak tanah yang melanda 13 kecamatan di wilayah itu sejak dua pekan terakhir akibat aksi penimbunan yang dilakukan agen dan pengecer.
"Saya menduga minyak tanah dijual ke luar daerah demi keuntungan berlipat," kata Kepala Bagian Administrasi Perekonomian Pemerintah Kabupaten Pamekasan Jhon Julianto, Selasa (21/9).
Menurut hitung-hitungan Jhon, jika melihat jumlah pasokan minyak tanah dari Pertamina 830 kiloliter per hari mestinya mencukupi kebutuhan minyak tanah warga Pamekasan pasca pelaksanaan program konversi gas elpiji. "Masuknya minyak tanah nonsubsidi juga mengacau harga di pasaran," terangnya.
Dari pantauan Tempo, antrean pembeli minyak tanah masih mengular di sejumlah pangkalan di Kecamatan Kota Pamekasan. Kelangkaan juga memicu kenaikan harga jauh di atas harga eceran tertinggi, yaitu antara Rp 7.000 sampai 8.000 per liter. Padahal harga resmi Pertamina hanya Rp 3.500 per liternya.
Hamid, salah seorang pemilik pangkalan minyak di Desa Talang Siring, membantah melakukan penimbunan. Menurutnya, kelangkaan ini terjadi karena Pertamina mengurangi pasokan pasca program konversi dari biasanya 5.000 liter menjadi 1.400 liter.
Hamid mengatakan setelah program konversi berjalan konsumsi minyak tanah justru meningkat tajam. Jika biasanya warga membeli lima liter, saat ini, kata dia, naik menjadi 20 liter. "Banyak LPG gak dipakai, jadi konsumsi minyak tetap, sementara pasokan dikurangi, makanya langka," jelasnya.
Kelangkaan minyak tanah ini benar-benar membuat warga susah. Hamdalah, warga Talang Siring. misalnya. harus menempuh perjalanan hampir 10 kilometer menuju Desa Karduluk yang terletak di Kabupaten Sumenep demi mendapat lima liter minyak tanah. "Mau gimana lagi, biar jauh yang penting dapat minyak. Saya takut pakai elpiji, saya belum mau mati," katanya.
Menurut hitung-hitungan Jhon, jika melihat jumlah pasokan minyak tanah dari Pertamina 830 kiloliter per hari mestinya mencukupi kebutuhan minyak tanah warga Pamekasan pasca pelaksanaan program konversi gas elpiji. "Masuknya minyak tanah nonsubsidi juga mengacau harga di pasaran," terangnya.
Dari pantauan Tempo, antrean pembeli minyak tanah masih mengular di sejumlah pangkalan di Kecamatan Kota Pamekasan. Kelangkaan juga memicu kenaikan harga jauh di atas harga eceran tertinggi, yaitu antara Rp 7.000 sampai 8.000 per liter. Padahal harga resmi Pertamina hanya Rp 3.500 per liternya.
Hamid, salah seorang pemilik pangkalan minyak di Desa Talang Siring, membantah melakukan penimbunan. Menurutnya, kelangkaan ini terjadi karena Pertamina mengurangi pasokan pasca program konversi dari biasanya 5.000 liter menjadi 1.400 liter.
Hamid mengatakan setelah program konversi berjalan konsumsi minyak tanah justru meningkat tajam. Jika biasanya warga membeli lima liter, saat ini, kata dia, naik menjadi 20 liter. "Banyak LPG gak dipakai, jadi konsumsi minyak tetap, sementara pasokan dikurangi, makanya langka," jelasnya.
Kelangkaan minyak tanah ini benar-benar membuat warga susah. Hamdalah, warga Talang Siring. misalnya. harus menempuh perjalanan hampir 10 kilometer menuju Desa Karduluk yang terletak di Kabupaten Sumenep demi mendapat lima liter minyak tanah. "Mau gimana lagi, biar jauh yang penting dapat minyak. Saya takut pakai elpiji, saya belum mau mati," katanya.
MUSTHOFA BISRI